Komandan Kecil



Momen istimewa itu jatuh tiap 17 Agustus. Upacara pengibaran bendera merah putih merupakan pengejawantahan kecintaan pada tanah air. Walau sebentar prosesi sakolah ini harus dilalui tanpa kesalahan. 

Namun pagi ini pak Diki was-was. Sebab komandan upacara yang sedianya memimpin pasukan tidak masuk karena sakit. Aldo, siswa kelas 6 selaku pemimpin upacara ijin tidak masuk. Siswa-siswi peserta upacara sudah menempatkan diri. Begitupun dengan petugas upacara lainnya. 

Dewan guru saling berpandangan di podium. Saat itulah di depan pengeras suara pak Diki berseru. "Siapa yang mau menjadi pemimpin upacara?? "

Semua terdiam. Udara seolah berhenti dan jam dinding berhenti berdetak. Bisu. 

Tidak satupun diantara siswa tegap itu berani tunjuk tangan. Pasukan siswa kelas 4, kelas 5 bahkan 6 tidak ada yang mau merelakan diri menjadi pemimpin. Mungkin mereka takut salah dalam bertugas. Atau. Mungkin mereka malu jadi pusat perhatian di depan banyak guru dan banyak orang. Atau. Mereka tidak PD karena tidak ada persiapan dan latihan. 

Untung disaat genting seperti itu, majulah gadis mungil. Tubuhnya yang kecil kontras dengan peserta upacara. Ia maju dan menempatkan diri di posisi pemimpin. 

Semua termangu. "Hormat graaakkk! Tegak grak. Kepada sang Merah Putih, hormat graaakk! " Begitu teriaknya membahana. 




Upacara berjalan lancar. Kalaupun ada kesalahan, itu hanya kecil saja. Bagaimanapun juga bocil kelas 2 ini berhasil menginspirasi Teman-teman nya untuk berani maju. 

Ibu kepala sekolah berujar. “Jika ada 10 anak saja yang seperti ini, tentu sekolah akan maju".

.... 

Senin berikutnya, pak Diki tidak khawatir lagi kekurangan petugas upacara. Sejak ada pemandangan dipimpin anak kecil, siswa-siswa lain merasa tertantang untuk maju. Dan mereka lebih berani menunjukkan diri tampil di depan. 

Komentar