Rekan meja sebelah akhirnya kagum pada saya. "Ohhh ternyata bapak sedang mencatatnya tho!" kata dia. "penglihatan bapak sungguh luar biasa" dia melanjutkan "dari jarak sejauh ini bapak masih bisa membaca jadwal di depan sana." Saat itu saya duduk di meja ke dua dari belakang dengan jarak kurang lebih 5 meter dari papan jadwal pelajaran.
Bangga rasanya dikagumi seperti itu. namun bangga hanya sekadar bangga. Karunia dengan penglihatan yang luar biasa itu tidak saya manfaatkan dengan baik. Saya malas baca buku. Pun malas menulis.
Sore harinya saya bermain dengan anak di rumah. Dia main bola kecil yang dilempar-tangkap dengan saya. Suatu ketika lemparannya luput saya tangkap dan masuk ke rerimbunan pohon lidah mertua. Bola saya ambil dan uuuuuhhhhh ujung satu daun lidah sansivierra itu menusuk mata kananku. Sakit.
Kini rasa syukurku merasuk dihati melalui panon ini. Sungguh kedua panon ini anugrah yang tiada terhingga. Sakit dimata kananku benar-benar membuatku menyesal tidak menggunakan mata ini dengan baik.
Berangsur-angsur mata ini membaik dan panon ini sudah bisa diajak berkedip, menangis, membaca dan melihat. Kini maafkanlah saya panonku. Akan saya cukupi kebutuhanmu dengan pejam, baca dan merawatmu.....
Komentar