Sepulang sekolah, Jilian tiba di rumah dengan murung. Lek Wakijo, ayahnya mampu membaca gelagat anaknya putri satu-satunya ini. Namun, agar Jilian agak sedikit ceria, Lek Wakijo mengajaknya ke warung Nasi Gandul untuk makan siang. Sambil menikmati kuah nasi gandul, bertanyalah pada Jilian anaknya, apa yang membuatnya berwajah muram.
Mula-mula Jilian terdiam, seperti enggan bercerita, tapi setelah tarik nafas panjang, Jilian mulai membuka masalahnya.
Sudah lama Jilian mendapat komentar pedas dari teman-temannya seolah apa yang ia pakai dan tindakan yang dilakukan selalu keliru. Saat berambut pendek mereka bilang kayak cowok. Sekarang panjang sedikit dikatain mirip kuntilanak.
Kala mendapat nilai baik dikata sombong. Saat nilai pelajaran jelek dibilang bodoh.
Sambil manggut-manggut, lek Wakijo giliran bicara. "Tahu gak, Pak Jokowi, orang nomer satu di Indonesia masih saja ada beberapa orang yang tidak suka. Apalagi kita yang orang biasa."
"Bahkan Nabi Muhammad, manusia paling jujur yang pernah ada selalu dituduh pembohong oleh beberapa orang termasuk pamannya sendiri abu Jahal dn abu Lahab. "
Jadi sebaik apapun diri kita, selama masih hidup di tengah masyarakat, pasti ada orang yang tidak senang pada kita. Selalu nyinyir ke kita.
"Nah ayo kita buktikan!"
"Kita akan coba keliling kampung dengan sepeda butut ini."
Lek Wakijo mengayuh sepeda tua reyot berkarat. Setiap genjotan kakinya timbul suara rantai dan sadel yang krengkat krengkit.
Dan tidak lama, beberapa pemuda menghardik, "itu kalau dinaiki berdua remuk sepedanya"
Lek Wakijo berhenti. Ia turun. Kemudian ia menuntun sepeda dengan Jilian masih bertengger di sadel belakang dan...
"Anak tidak tahu diri, masak ayah jalan kaki sedangkan kamu enak-enak duduk dengan santai? " Kata pemuda lainnya di pinggir jalan.
Sekarang dibalik, Jilian menuntun sepeda sedangkan lek Wakijo duduk di sadel belakang.
"Ayah macam apa kamu ini, kau biarkan anakmu berjalan menuntun sepeda sementara kamu enak-enak duduk seperti itu?"
Setelah berpandangan kini lek Wakijo turun. Ia mengajak Jilian untuk memikul sepeda itu bersama lalu....
"Orang gila, orang gila, orang gila. Ada sepeda naik manusia. Ayah dan anak ini tidak tahu guna sepeda. Ha ha ha ha.... " Begitulah teriakan beberapa orang di kampung.
Lek Wakijo dengan arif bijaksana menjelaskan pada Jilian. Nah sekarang lihat sendiri nak. Adakah tindakan kita yang benar dimata mereka? Sebenarnya yang komentar sedikit, tetapi karena kita terlalu mendengarkan omongan mereka kita malah disebut orang gila.
"Sekarang aku paham ayah. Tidak semua tindakan kita menyenangkan semua orang. "
"Lalu bagaimana sikap terbaik yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi itu? " Tanya lek Wakijo.
"Ya... Tidak usah terlalu mendengarkan mereka. Biarkan mereka berkata apa saja. Aku akan tegar dengan prinsip dan sikapku. Yang penting tindakanku benar di mata Tuhan dan tidak merugikan orang lain. " Jawab Jilian.
Bagus!!! ☺
Inspirasi dari Kisah Keledai dan Dua Orang
Termaktub dalam Kisah Luqman dan Anaknya
Komentar
Jangan memikirkan apa komentar buruk jelek orang lain untuk alasan menyerah. Tapi jadikan lah untuk sebagai tujuan penyemangat dan pembelajaran agar berguna kelak di masa depan nanti. Hiraukan hal-hal negatif selalu berpikirlah positive thinking