Suatu hari datanglah Sigung. Sigung menawarkan diri bergabung dengan geng Janggitan. Kata Sigung, ia lelah berburu udang sendirian. Janggitan, Lingsan dan Garangan berbisik sejenak. Mereka sebenarnya sudah nyaman bertiga, hingga hasil diskusi mereka diputuskan: 'Oke, kamu boleh gabung tapi harus tunduk pada kesepakatan bersama. Tidak boleh pelit dan saling menghargai.'
Sigung mengangguk tanda setuju. Kini mereka berempat berburu bersama. Mencari udang di kali Silugonggo. Dapat satu dibagi empat, dapat delapan dibagi empat. Dan begitu seterusnya.
Seiring waktu berjalan, kelompok ini seperti tidak kompak. 'Jang, ini gimana, masak tiap bareng, Sigung kentut sembarangan? Kalau sekali dua kali wajar. Ini setiap menit dia buang angin.' kata Lingsang pada Janggitan. 'Iya, aku juga terus terang terganggu. Tapi mesti gimana? Ia sudah kita Terima menjadi teman kita’ jawab Janggitan.
'Gini aja, nanti kalau kita berangkat bareng aku coba menegur Sigung.' Kata Garangan. Kini mereka berempat bertemu. Sesuai janji, Garangan mencoba menasehati Sigung. ’Gung, bisa gak ya kalau kentut jangan sembarangan. Ya, minimal menjauhlah kalau kamu mau kentut. Lama-lama kami menderita bau kentutmu’.
Sigung agak marah ’Masak angin saja jadi masalah. Kentut itu kan sifat alami semua makhluk. Kalau tidak kentut, bisa mati’.
'Iya, itu betul. Kami tidak melarang kentutmu. Tapi setidaknya kalau kentut pergilah sejenak dari kami’ protes Janggitan.
Jawab Sigung, ’kalian tidak boleh gitu, kalau aku mau kentut ya kentut. Tidak boleh ada siapapun yang menghalangi'.
Janggitan, Lingsang dan Garangan hanya bisa menghela nafas. Mereka tidak bisa mengubah watak Sigung yang maunya menang sendiri.
Esok harinya, mereka berempat mencari udang lagi. Tapi kali ini, mereka mau mencuri udang yang dijaga Pak Radan. Ketika mereka sedang mengangkat bungbung udang. Sigung kentut lagi. Hingga Pak Radan yang sedang tertidur terbangun lalu mengejar mereka.
Lolos.
Namun, kali ini Janggitan benar-benar hilang rasa sabar. Ia memarahi Sigung yang hampir mencelakai mereka berempat. Akan tetapi, Sigung tetap merasa tidak bersalah. Ia cuek saja saat dimarahi temannya.
Di hari yang lain, mereka berempat mencari udang lagi. Mereka mencari di tempat lain yang jauh dari tambak Pak Radan. Tiba-tiba terdengar suara tuuuuutttt. Seketika mereka berempat berpandangan. Kali ini Sigung marah-marah. 'Siapa yang kentut? Huh tidak sopan! Bau lagi!’
Garangan mengacungkan jari. 'Aku yang kentut. Maaf tidak tahan. Tapi kok kamu marah Gung? Waktu kamu yang kentut kamu santai. Giliran orang lain kentut kok kamu tidak terima? Marah-marah lagi. ’
'Ya nggak bisa. Kalau aku yang kentut gak apa-apa. Tapi kalau kamu dan yang lain gak boleh. Hanya aku yang boleh kentut’. Teriak Sigung.
Janggitan, Lingsang dan Garangan secara bersamaan: ’lho lho lho. Kamu kok gitu. Itu namanya egois.’
Kalau kamu begitu berarti kamu bukan bagian dari geng kami. Sebab kamu melanggar kesepakatan. Kamu tidak menghargai, maunya menang sendiri.
Kini, sigung ditinggal ketiga temannya. Ia hidup sendiri lagi sekarang. Mereka bertiga tidak mau berteman dengan binatang yang hanya mementingkan diri sendiri.
Begitulah. Sifat buruk itu merugikan semua orang. Termasuk diri kita sendiri. Ingatlah jika orang lain melakukan hal yang sama dengan kita tetapi kita tidak suka, berarti tindakan kita itu tidak disukai pula oleh orang lain. Orang yang suka kentut sembarangan ternyata tidak suka kalau ada orang yang kentut. Maling, meskipun jelas maling ini merugikan orang lain, maling akan marah kalau ada orang yang mencuri hartanya.
Komentar