Pesta tujuh belasan berlangsung sangat meriah. Di desa rawa terlihat sorak sorai warga katak menyaksikan panjat pinang. Para penonton seperti katak pada umumnya riuh sekali. Ada yang berkotek, ada yang teriak dan banyak pula yang komentar tak karuan. Seolah para penonton ini ahli dalam segala hal. Komentar mereka berisik menghakimi siapa saja. Termasuk para peserta lomba.
Panjat pinang katak ini diikuti oleh tiga kandidat yang akan berjuang memanjat pinang satu satu.
Peserta pertama adalah katak Bulfrog yang kekar. Kaki paha berotot dan ia terlihat sangat perkasa. Para penonton berseru 'ini dia, Bulfrog. Dia pasti berhasil, sebab dia sangat kuat, kakinya panjang. Tentu dengan mudah ia akan merebut hadiah di puncak pinang itu.’
Betul, betul, betul sekali. Hore hore, Bravo bravo! Begitulah teriak penonton.
Lompatan pertama Bulfrog berhasil sampai separuh batang pinang. Namun baru saja mencoba menanjak sekilan, ia melorot drastis ke bawah. Mencoba lagi melorot lagi. Terus sampai 3 kali kesempatan. Bulfrog gagal. Ia mundur dengan terunduk lesu. Ia telah berusaha keras.
Akan tetapi, penonton dengan beringas melempari Bulfrog dengan apa saja yang dipegang penonton. Botol air mineral, bekas gigitan roti, bungkus jajan dan lain-lain. Penonton bagai hakim yang kuasa berlaku bebas. 'Hu... Hu.... Badan gede doang. Tenaga loyo! Payah kamu! Huuu.... ! ’
Teriak penonton menggetarkan nyali peserta kedua. Kebetulan pemanjat pinang kedua adalah kodok Kintel yang gendut, bulat badannya. Kaki depan dan belakang pendek semua. Kintel jadi sasaran empuk para komentator tidak resmi di bangku penonton
'Hu... Hu... Pulang saja bola gendut! Bisa apa kamu? Bulfrog yang kekar saja tidak bisa, apa lagi kamu!'.
Hinaan dan cercaan penonton sangat pedas. Kintel tertunduk dan sesuai dugaan, dia menyerah tidak jadi memanjat. Dia terundung sorakan penonton hingga sedih dan kecil hati.
Penonton dengan keji melempari Kintel dengan apa saja yang dipegang penonton. Botol air mineral, bekas gigitan roti, bungkus jajan dan lain-lain. Penonton bagai hakim yang kuasa berlaku bebas. 'Hu... Hu.... Pulang saja kau gendut. Badan bulat! Payah kamu! Huuu.... ! ’
Tibalah peserta ketiga. Seekor katak tua yang terlihat tak berdaya. Ia maju dengan tertatih dan mencoba memanjat batang pinang itu.
Penonton: ’Waduh, kakek tua, ingat! Kamu sudah uzur. Jangan coba memanjat nanti kamu celaka!’
Katak tua tetap memanjat. Ia tidak peduli omongan penonton. Melorot, bangkit lagi, memanjat lagi dan terus memanjat tanpa menyerah.
’Kakek! Berhenti saja! Kasihan dirimu sudah bangka. Biar hadiah itu buat kami saja. Menyerahlah! Biar lomba ini batal dan hadiahnya buat kami ha ha ha!’
Kakek tidak peduli. Ia terus memanjat dan...
Kakek berhasil sampai ke puncak. Ia meraih semua hadiahnya. Ketenangan dan kegigihan membawa kakek menjadi juara.
Selesai memetik seluruh hadiah, ada beberapa wartawan mewawancarai Katak Tua.
'Apa rahasia kakek mampu menang memanjat pinang?'
Katak tua menjawab ' haaahh? Kamu ngomong apa?’
'Kakek minum jamu apa? Kok bisa kuat sekali memanjat sampai puncak?’
Katak tua menjawab ' haaahh? Kamu ngomong apa?’
Terus begitu berulang terus jawaban Katak Tua.
Hingga wartawan sadar. Ternyata Katak Tua ini tuli. Dia tidak mendengar suara apapun. Ocehan dan komentar serta cacian hinaan tidak pernah didengar Katak Tua ini.
Kadang bukan karena ketidakmampuan yang menyebabkan kita gagal. Justru terlalu mendengar omongan orang yang membuat kita lemah. Jangan terlalu pusing dengan komentar orang. Orang sukses tidak pernah lepas dari cercaan orang. Jadi kalau ada ocehan yang tidak mendukung apakah masih akan kita dengarkan?
Komentar
Kelas : x-3
No absen :28
Pesta tujuh belasan berlangsung sangat meriah ,dan menyenangkan
Orang .jangan terlalu pusing dengan komentar orang .orang sukses
Tidak pernah lepas dari cacian orang.meskipun kita di hina dari
Cemoohan orang .