Serbuan informasi dari berbagai platform media sosial semakin tak terbendung. Seperti dugaan kebanyakan khalayak, hal-hal yang negatif cenderung lebih mudah viral dibandingkan yang positif. Seperti akhir-akhir ini, siswa sekolah dan bahkan guru mudah mendapatkan cap tidak baik.
Beberapa akun mencaci guru. Sebagian lainnya menuduh kalau siswa gen Z kurang beretika, miskin pengetahuan dan attitudenya (akhlak) menghawatirkan.
Akibatnya, netizen mudah menjeneralisir kalau semua produk pendidikan jelek, guru jelek dan siswa bodoh.
Ada konten paling menggelitik. Ia mengulik 'produk pendidikan' yaitu pengetahuan dan attitude siswa. Lihatlah ada konten kreator yang mewawancarai acak siswa dengan pertanyaan misalnya: Apa kepanjangan MPR? Bagaimana rumus Pythagoras? Apa satuan energi? Celakanya konten kreator menampilkan para siswa yang mayoritas gagal menjawab dengan tepat.
Youtuber atau tiktoker lain ada yang sengaja mengunggah video misalnya, maaf, kekerasan siswa kepada guru, siswa merundung teman dan ada pula siswa yang, maaf, melakukan aksi berbau pelecehan seksual.
Kabar yang seperti ini mudah sekali meluas. Tidak butuh waktu lama, hal-hal buruk ini seolah memotret pendidikan tiada marwahnya. Siswa jaman now atau istilahnya siswa gen Z buruk semua tabiatnya.
Informasi seperti itu mungkin tidak keliru. Akan tetapi tidak semuanya demikian. Karena menurut penulis, rapuhnya generasi Z tidak berlaku pada semua siswa.
Seperti siang ini. Diantara gempuran dan bombardir stigma siswa gen Z miskin akhlak, ternyata tidak terjadi di SMA N 3 Pati.
Asesmen Sumatif Tengah Semester (ASTS) dulu pernah disebut Penilaian Tengah Semester (PTS) sedang berlangsung di kelas XI 6. Kebetulan jeda waktu antara Asesmen jam ke dua dan ke tiga terjadi hujan lebat. Siswa tidak memungkinkan sholat di masjid sekolah yang cukup berjarak dengan kelas itu.
Tiba-tiba, salah seorang diantara mereka berinisiatif untuk melakukan sholat di kelas. Setelah wudhu dengan air hujan, mereka menata tempat bagian belakang kelas untuk sholat dzuhur.
Namanya siswa, mereka saling tunjuk siapa yang jadi imam. Bahkan ketika takbirotul ikhrom, ada siswa yang masih bercanda.
Hingga akhirnya, pemandangan indah itu terjadi. Mereka melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim menunaikan sholat dzuhur. Dan yang membuat takjub, hal luar bisa yang jarang terjadi ini dilakun tanpa perintah guru. Inisiatif ini muncul dari kesadaran mereka sendiri. Subhanallah!
Pemandangan ini tentu berlawanan dengan stempel jelek yang ditempatkan pada semua gen Z. Ini menunjukkan bahwa apa yang diviralkan sebagian konten kreator tidak boleh dijadikan sarana untuk menghakimi. Faktanya tidak semua siswa buruk. Barangkali lebih bayak siswa yang baik tapi konten kreator tidak tertarik memberitakan itu.
Bisa saja.
Komentar